Kategori Berita

ZMedia

Fiqih Al-Aqalliyat Sebagai Solusi Bagi Problem Minoritas Muslim di Berbagai Belahan Dunia

Faisol abrori
Berita ambon Berita maluku
Kamis, 19 November 2020

Jember – Menjadi seorang muslim berarti harus menjalankan segala bentuk perintah Allah serta menjauhi segala yang dilarang oleh Allah SWT. Hal ini dapat diwujudkan dengan melakukan perintah sholat, serta ibadah-ibadah yang lain sebagai wujud penghambaan kepada Allah SWT. Namun, dalam beberapa kasus tertentu, ada sesuatu hal yang menghambat melakukan ibadah sebagaimana biasanya, salah satunya problematika minoritas muslim di berbagai negara.

Entitas muslim memiliki pola persebaran yang berbeda di setiap belahan dunia. Di dunia, kaum muslim tercatat sebesar 23% dari seluruh populasi manusia, yang tersebar di Asia-Afrika. 5 Negara yang menduduki populasi muslim terbanyak di dunia yakni Indonesia, Pakistan, Bangladesh, Mesir, dan Turki. Untuk cara beragama kaum muslim di negara yang mayoritas penduduknya menganut agama Islam, tentu tidak ada masalah, bahkan dapat diterapkan sebagaimana yang telah Allah SWT perintahkan. Berbeda dengan kaum muslim yang hidup atau berada di negara dengan poplasi muslim yang sedikit, mereka bisa menerapkan konsep Fiqh Al-Aqalliyat dalam kehidupan sehari-hari.

Seperti yang dijelaskan oleh Prof. M. Noor Harisudin dalam International Conference on Islamic Studies and Social Sciences (ICISSS) 2020, bahwa ada beberapa masalah umum yang dihadapi masyarakat muslim di negara minoritas islam antara lain, islamophobia, tidak terintegrasi dengan komunitas-komunitas lokal, stereotip media (menggambarkan ajaran islam keras, dan lain sebagainya), kurangnya fasilitas (seperti mesjid, tempat wudhu, dan lain-lain), susahnya mendapatkan makanan halal, dan negara hanya memberikan perlindungan saja, tidak berupa pemberian fasilitas.

“Orang-orang takut dengan islam. Saya mengatakan tidak semua, tapi ada beberapa kelompok yang takut (islamophobia) baik itu di Perancis, Eropa, Amerika. Tidak semua, tapi ada.” Terang beliau.

Beliau menambahkan, bahwa hambatan juga didapat dari peran negara, yang only protect, not by giving facilities. Artinya, legislasi yang diciptakan hanya berguna untuk melindungi saja, tidak memberikan fasilitas untuk keagamaan, karena minoritas.

Salah satu solusi yang bisa ditawarkan adalah dengan adanya konsep Fiqh Al-Aqalliyat. Secara umum, fiqih al-aqalliyat bermakna fiqih minoritas. Jadi segala bentuk kesusahan yang genting dan memaksa, maka akan mendapatkan kemudahan. Oleh karena itu, konsep Fiqh Al-Aqalliyat harus memperhatikan hajat, perspektif darurat, urf shahih, serta maqashid syariah.

Baca juga artikel tentang pentingnya mempelajari fiqih dan ushul fiqh 

Dalam konferensi, Prof Haris juga menegaskan bahwa rukhsah (kemudahan) menjadi solusi bagi kaum muslim contohnya ketika mereka tidak bisa melakukan shalat jumat “Dalam keadaan tersebut, ia (muslim taiwan) bisa mendapatkan Rukhsah (dispensasi)” imbuhnya.

Tak lupa, beliau menyarankan agar kaum muslim yang menjadi minoritas senantiasa meminta ampunan, dan berdoa agar diberi pekerjaan yang mendekatkan diri kepada Allah SWT. 

Konferensi internasional tersebut melibatkan 7 Professor dari Indonesia dan Malaysia, antara lain Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M.Fil.I, Prof. Dr. Abu Yazid, Prof. Dr. Syahrizal Abbas, Prof. Dr. Eka Srimulyani. Sedangkan dari Malaysia terdiri dari Prof. Dr. Kamarul Shukri, Prof. Dr. Faridah Ibrahim dan Prof. Dr. Norizan Abdul Ghani.

Cendekiawan muslim begitu antusias menghadiri konferensi berbasis online via zoom dan youtube ini. Tercatat, ratusan peserta dari berbagai latar belakang, turut aktif dalam diskusi panjang selama 6 jam ini.

>