Kategori Berita

ZMedia

Mengenal Konsep Pencegahan dan Pembatalan Perkawinan

Faisol abrori
Berita ambon Berita maluku
Sabtu, 19 Desember 2020

 

Pencegahan dan Pembatalan Perkawinan

Pencegahan dan Pembatalan Perkawinan - Sebagai perbuatan hukum, perkawinan memerlukan ketentuan yang mengatur agar perkawinan dan keturunan yang dilahirkan dikatakan sah menurut hukum (syariah). Perbuatan hukum dikelompokan menjadi dua: pertama perbuatan hukum sepihak, yakni perbuatan yang dilakukan oleh satu pihak saja dan menimbulkan hak dan kewajiban pada satu pihak pula, seperti pemberian surat wasiat, pemberian hibah dll. Kedua yaitu perbuata yang dilakukan dua pihak yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi keduanya, seperti pembuatan perjanjian perkawinan, jual beli dll.

Rumusan masalah 

  • Apa yang dimaksud dengan pencegahan dan pembatalan perkawinan ?
  • Apa saja syarat pencegahan perkawinan dan bagaimana mekanismenya?
  • Apa pembatalan perkawinan dan hal-hal yang bisa menyebabkan batalnya perkawinan?

Tujuan 

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan pengentahuan kepada pembaca tentang pencegahan dan pembatalan perkawinan.

A. PENCEGAHAN PERKAWINAN


Pengertian dan Tujuan Pencegahan Perkawinan 
Pencegahan perkawinan adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah berlangsungnya suatu pernikahan karena karena pihak yang akan menikah, tidak memenuhi persyaratan untuk melangsungkan pernikahan. Seperti yang dijelaskan dalam pasal 13 UU No. 1 Tahun 1974 bahwa “Perkawinan dapat dicegah, apabila ada pihak yang tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.” Yang dapat melakukan pencegahan perkawinan antara lain : keluarga secara garis lurus keatas dan ke bawah, saudara, wali nikah, wali pengampu dari salah satu calon mempelai, serta pihak yang berkepentingan. 

Tujuan dari adanya pencegahan perkawinan adalah agar menghindari suatu pernikahan yang dilarang. Serta menghindari dari kemudharatan dan kerusakan dalam perkawinan. Berdasarkan dalil QS. An-Nisa' : 23

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَٰتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَٰتُكُمْ وَعَمَّٰتُكُمْ وَخَٰلَٰتُكُمْ وَبَنَاتُ ٱلْأَخِ وَبَنَاتُ ٱلْأُخْتِ وَأُمَّهَٰتُكُمُ ٱلَّٰتِىٓ أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَٰتُكُم مِّنَ ٱلرَّضَٰعَةِ وَأُمَّهَٰتُ نِسَآئِكُمْ وَرَبَٰٓئِبُكُمُ ٱلَّٰتِى فِى حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ ٱلَّٰتِى دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُوا۟ دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَٰٓئِلُ أَبْنَآئِكُمُ ٱلَّذِينَ مِنْ أَصْلَٰبِكُمْ وَأَن تَجْمَعُوا۟ بَيْنَ ٱلْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَّحِيمًا 

Artinya:

Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Syarat Pencegahan Perkawinan 

Syarat pencegahan perkawinan terbagi menjadi 2 hal: 

1.      Syarat Materiil: berkaitan dengan pencatatan perkawinan, akta nikah, dan larangan perkawinan. Diantaranya yaitu tentang larangan adanya atau dilakukannya suatu perkawinan.

2.      Syarat administratif: syarat perkawinan yang melekat pada setiap rukun perkawinan (calon mempelai laki-laki dan wanita, saksi dan wali) dan pelaksanaan akad nikahnya.

Mekanisme Pencegahan Perkawinan

Untuk pihak yang ingin melakukan pencegahan, maka harus mengikuti mekanisme pencegahan perkawinan, yakni mengajukan pencegahan perkawinan ke Pengadilan Agama di wilayah hukum dimana akan dilangsungkannya perkawinan, lalu memberitahukannya kepada pegawai pencatat nikah. Pernikahan tidak bisa berlangsung selama pencegahan perkawinan belum dicabut. (https://www.legalakses.com/pencegahan-dan-pembatalan-perkawinan/) 

Pencegahan perkawinan juga bisa dilakukan secara otomatis oleh pegawai pencatat nikah. Pencegahan otomatis ini dapat dilakukan apabila pegawai pencatat perkawinan dalam menjalankan tugasnya mengetahui adanya pelanggaran dari ketentuan dalam pasal 7 ayat 1, pasal 8, pasal 9, pasal 10, dan pasal 12 undang-undang perkawinan (Rafiq, Ahmad. 1998. Hukum Islam Di Indonesia. Jakarta:  Rajawali Pers hal 21) 

 B. PEMBATALAN PERKAWINAN

1. Pengertian Pembatalan Perkawinan

Secara etimologi, menurut KBBI, batal adalah tidak berlaku, atau tidak sah. Membatalkan artinya menyatakan batal. Kemudian, menurut istilah ushuliyyun, suatu keadaan yang tidak sah,sehingga manfaat yang dituju atau yang diinginkan tidak tercapai. Faidah yang hendak dicapai tersebut seperti peralihan hak milik. (Sumber : situs resmi Pengadilan Agama Talu)

Secara terminologi Pembatalan nikah di dalam fiqh munakahat disebut dengan istilah ‚fasakh‛ atau ‛fasad‛. Secara bahasa menurut pendapat Ibnu Manzur dalam lisan al-‘Arab, fasakh berarti batal (naqada) atau bubar. Sedangkan secara istilah, Abdul Wahab Khalaf memberikan penjelasan bahwa apabila perkataan fasakh disandarkan kepada nikah, maka ia akan membawa maksud membatalkan atau membubarkan pernikahan oleh sebab-sebab tertentu yang menghalangi kekalnya perkawinan tersebut.

Jadi, pembatalan nikah ialah merusak nikah atau membatalkan perkawinan antara suami istri yang dilaksanakan oleh hakim, karena sebab-sebab yang dianggap sah untuk melaksanakan dan menetapkan adanya fasakh itu, berdasarkan tuntutan-tuntutan dan keberatan-keberatan yang diajukan pihak istri atau suami.

2. Hal-hal yang Dapat Menyebabkan Batalnya Perkawinan

Pembatalan perkawinan (fasakh) menurut sebab-musababnya dibagi menjadi 2 macam : 

a. Fasakh karena syarat-syarat perkawinan tidak dipenuhi ketika aqad, maksudnya dalam pernikahan yang telah berlangsung, lalu ditemukan ada syarat yang tidak dipenuhi baik dari rukun maupun syaratnya, menyebabkan perkawinan tersebut batal/tidak sah. 

b. Fasakh karena hal-hal mendatang setelah nikah. Nikah bisa menjadi batal atau tidak sah, apabila dalam hubungan perkawinan berlangsung, terjadi hal-hal yang membatalkan pernikahan. Contoh mudahnya saja, ketika suami-istri menikah dengan sesuai syariat, namun ketika setelah menikah, tiba-tiba salah satu dari keduanya murtad, maka harus dibatalkan perkawinan tersebut. 

Selain itu, ada beberapa contoh fasakh karena hal-hal mendatang setelah nikah. Antara lain : impotensi, gila, al-jubb (terpotongnya dzakar), al-khansa' (pecahnya buah dzakar), penyakit sopak dan kusta, al-ritq (tersumbatnya lubang vagina), al-qarn (tumbuh daging di vagina seperti tanduk domba), al-afal (daging yang tumbuh pada kemaluan wanita yang selalu mengeluarkan cairan), al-ifdha (menyatunya 2 saluran pembuangan) (PANDANGAN IMAM SYAFII TERHADAP PEMBATALAN NIKAH KARENA SAKIT JIWA DAN PERBEDAAN PEMBATALAN NIKAH DENGAN TALAQ. Hal. 28)

Kesimpulan 

Pencegahan perkawinan adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah berlangsungnya suatu pernikahan karena karena pihak yang akan menikah, tidak memenuhi persyaratan untuk melangsungkan pernikahan. Seperti yang dijelaskan dalam pasal 13 UU No. 1 Tahun 1974 bahwa “Perkawinan dapat dicegah, apabila ada pihak yang tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.” sedangkan pembatalan perkawinan adalah upaya yang dilakukan untuk memutus perkawinan karena batalnya pernikahan tersebut 

>