Kategori Berita

Blogger JatengInovasi VIO Optical Clinic Untuk Penglihatan Yang Lebih Baik

Menggugat Patriarki : Kalau Perempuan Boleh Kuat, Kenapa Laki-laki Tak Boleh Lemah?

Faisol abrori
Berita ambon Berita maluku
Sabtu, 19 Februari 2022

Sebagai seorang yang menentang patriarki, saya banyak berpikir tentang hal ihwal kehidupan. Bukan tanpa alasan, bagi saya patriarki adalah "neraka" kecil di dunia ini. Bagaimana tidak? Manusia dikotak-kotakkan dalam ruang gender yang begitu tak masuk akal. Saya dipaksa bermain bola, saya dipaksa untuk terbiasa terluka, jangan menangis, dan hal-hal lain yang hampir saja membuat saya gila. Mengapa saya tak boleh menyebutnya neraka?


Terbiasa sakit dan dipaksakan kuat untuk laki-laki feminin bukanlah sebuah jawaban atas persoalan sosial yang ada. Bagi banyak orang, kehadiran laki-laki "kemayu" menjadikan ia sebagai buah bibir di masyarakat. Terlebih kita tahu, bahwa budaya masyarakat kita masih "memuja-muja patriarki".


Ya, sifat kegagahan dan kejantanan menjadi salah satu aspek yang sering disorot ketika memandang seseorang. Sangat disayangkan, mayoritas menganggap ini sebagai suatu hal lumrah, sehingga terus dilestarikan dari generasi ke generasi.


Faktanya, ketika kita membuka mata sejenak, banyak orang yang merasa 'tercekik' dengan adanya patriarki. Termasuk saya sendiri, contoh kecilnya. Entah berapa ribu cemoohan yang saya terima hanya karena tidak patuh kepada budaya patriarki yang absurd ini.


Ada banyak pertanyaan yang menari-nari di benak saya, seperti "mengapa seorang perempuan ketika memiliki sifat kelaki-lakian justru dikatakan cool, keren, sedangkan laki-laki yang memiliki sifat feminin malah dicemooh?"


Apa yang melatarbelakangi semua ini? Saya rasa, kepekaan sosial masyarakat Indonesia seringkali 'pincang'. Seorang laki-laki tetaplah orang, sehingga dalam status sosial harus diperlakukan sebagaimana manusia lainnya. Tak boleh ada ejekan, tak boleh ada diskriminasi, tak boleh dijauhi, kita adalah sama. Lalu mengapa itu terjadi?


Padahal, banyak diantara mereka yang memiliki kemampuan begitu menonjol di bidang-bidang tertentu, bahkan justru yang mencemooh belum tentu bisa seberkualitas orang kemayu tersebut. Lantas kenapa masih harus berkutat pada aspek gender saja? Kenapa harus hanya membahas sifat jantan yang bahkan tidak memiliki 'value' dan benefit yang jelas? Atau jangan-jangan, sudah hilangkah aspek kemanusiaan dalam diri setiap orang? Entahlah.


Mungkin dengan tulisan ini banyak muncul 'aksi demonstrasi' di pikiran pembaca, namun apa yang ingin saya sampaikan adalah, patriarki akan menghilangkan sifat kemanusiaan pada diri seseorang. Seperti kata pepatah, homo homini lupus, yang artinya manusia adalah serigala bagi manusia yang lain. Hal itu tak bisa terus hidup dalam sosial-kemasyarakatan di Indonesia, karena bangsa kita merupakan bangsa yang multikultural, multibahasa, dan setiap manusia juga dianugerahi beragam pola pikir sehingga penafsiran terhadap suatu hal pun berbeda-beda.


Sayangnya, patriarki dinilai sudah tidak relevan untuk keberlangsungan society di Indonesia. Dengan sadar, manusia akan berubah dan melunak sehingga akan terbentuklah homo homini socius, yang artinya manusia adalah teman bagi sesamanya. Itu adalah cita-cita yang diinginkan semua orang. Hidup berdampingan tanpa ada lagi perundungan, maupun diskriminatif.

Bagaimana pendapatmu?

>