"KRIINGGG... KRINGGG" Sore itu, Ibu mendapatkan telepon dari nomor tak dikenal, yang mengaku karyawan Bank BRI. Suaranya terdengar begitu meyakinkan, ala-ala teller yang sedang menyapa nasabahnya. Katanya, saat itu Ibu mendapatkan uang tunai Rp3 Juta sebagai hadiah karena telah menjadi nasabah tetap Bank BRI. Memang, ibuku telah menjadi nasabah setia Bank "Pelat Merah" ini, kurang lebih 10 tahun lamanya.
Sebagai orang awam, mungkin ibuku mengira orang tersebut benar-benar karyawan Bank BRI karena tahu betul segala hal seperti nama lengkap, tempat tanggal lahir, sehingga beliau secara terus menerus menjawab berbagai ocehan orang tersebut. Tak selang beberapa lama, hal yang mengganjal pun terjadi.
Orang tak dikenal tersebut tiba-tiba meminta beberapa data sensitif seperti nomor ATM, serta PIN, katanya untuk keperluan verifikasi. Beruntung, Ibu tak langsung memberikannya, beliau merasa ada yang janggal dan justru bertanya kepada tetangga terkait hal ini karena kebetulan saat itu aku tidak berada di rumah, dan tetanggaku menjelaskan bahwa itu adalah modus penipuan dan memberi tahu Ibu untuk tak memberitahukan data sensitif apapun kepada pelaku.
Ibuku kembali dihubungi oleh orang tersebut. Pada telepon kedua ini, nada bicaranya naik, dan mengancam bahwa hadiah tersebut akan diberikan kepada nasabah lain. Disini, pelaku sudah mulai memainkan sisi psikologis calon korban, dan ibuku yang teguh pendirian pun tetap enggan memberitahukan informasi sensitif tadi.
Semakin jengkel, pelaku malah mengancam akan menonaktifkan dan memblokir rekening Ibu. Mengetahui hal ini, Ibu sempat berpikir untuk memberitahunya, karena takut akan benar-benar dinonaktifkan, karena di situ terdapat tabungan untuk keperluan keluarga. Namun, karena ingat ucapan tetangga tadi, beliau jadi mengurungkan niat tersebut. Walhasil, pelaku merasa marah dan secara tiba-tiba memutus telepon tersebut.
Nah itulah kisah Ibu, yang hampir saja menjadi korban kejahatan siber dalam bidang perbankan. Ternyata, siapapun bisa jadi korban, baik diri kita sendiri, keluarga, maupun orang-orang sekitar kita. Salah satu cara untuk mengantisipasi terjadinya hal serupa, adalah dengan menjadi #NasabahBijak
Ibarat pisau bermata dua, teknologi yang diadopsi pada sistem perbankan menawarkan kemudahan seperti digitalisasi, efisiensi, dan berbagai kemudahan fitur lainnya dalam satu genggaman. Namun, di sisi lain, ketidaksiapan SDM (Sumber Daya Manusia) menyebabkan seringkali terjadi kebocoran data, karena banyak nasabah yang tergiur dan jatuh pada berbagai modus penipuan online dengan membocorkan data pribadi mereka kepada penipu tersebut.
Sebagai Nasabah Bijak, kita harus menjaga keamanan data pribadi, karena berbagai informasi tersebut bersifat privat dan sangat berbahaya jika hal tersebut bocor kepada para penjahat siber. Dalam dunia perbankan, data pribadi merupakan hal yang sangat vital, karena data itulah yang seringkali menjadi celah untuk penjahat siber melakukan pembobolan rekening.
Aksi pembobolan rekening nasabah, seringkali diakibatkan oleh kelalaian nasabah itu sendiri yang mengirim data pribadinya ke berbagai pihak. Oleh karena itu, belajar dari kisah ibu, kita harus teguh pendirian untuk tidak memberitahukan data-data pribadi nasabah kepada orang lain.
Lalu, apa saja data pribadi yang tidak boleh dibocorkan kepada siapapun? Lihat infografis berikut ini.
Data-data tersebut harus tetap terlindungi, bahkan kini secara hukum, tengah digodok Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP). Hal ini mengindikasikan, bahwa perlindungan data pribadi sangat urgent, sehingga setiap individu harus menghormati hak-hak privat orang lain.
Berbicara data pribadi, penjahat siber ternyata tidak hanya melakukan modus penipuan dengan satu cara saja lho, ibarat kata banyak jalan menuju Roma, sehingga mereka bisa menggunakan berbagai alternatif untuk melakukan kejahatan. Apa yang bisa kita lakukan sebagai nasabah? Langkah pertama, tentu kita harus mengenali terlebih dahulu bagaimana dan apa saja modus penipuan online yang kini marak terjadi.
Aku jadi teringat series Black Mirror, sebuah series yang menceritakan tentang kemajuan teknologi, namun juga dihadapkan dengan tantangan kejahatan siber yang semakin canggih juga. Hal ini ternyata sama dengan dunia perbankan, setidaknya ada 5 jenis modus penipuan yang kini seringkali digunakan oleh penipu siber untuk menipu nasabah.
Sebagai nasabah, tentu tidak perlu takut untuk melakukan transaksi secara online menggunakan berbagai fitur yang telah diberikan oleh pihak perbankan, hanya saja kita perlu waspada tentang kejahatan-kejahatan siber dengan mengetahui jenis-jenis dan cara menanggulanginya. Berikut macam-macam penipuan siber dan kejahatan dalam bidang perbankan yang harus kita waspadai bersama:
- Skimming - Menggandakan data nasabah melalui mesin ATM menggunakan alat skimmer
- Phising - Menyebarkan link-link palsu untuk mengambil data nasabah
- OTP (One Time Password) - Menyedot data nasabah, jika nasabah memberikan OTP kepada orang lain
- Vishing (Voice Phising) - Pelaku menghubungi korban melalui telepon dan mengaku dari pihak bank
- SIM Swap - Mencuri data pribadi korban dengan mengambil alih nomor hp untuk mengakses akun perbankan korban
Jika kasus seperti yang dialami Ibu, termasuk dalam kategori Vishing (Voice Phising), dimana pelaku berpura-pura menjadi karyawan bank untuk mengulik data pribadi calon korban.
Pada beberapa kesempatan juga, teman-temanku kerap kali menjadi korban Phising, dengan mengisi data diri, bukan pada situs resminya. Ini sangat berbahaya, karena sama saja dengan membiarkan pencuri masuk, dan kita memberikan kuncinya sendiri.
Oleh karena itu, berikut aku tulis bagaimana kiat-kiat menjadi nasabah bijak, agar terhindar dari berbagai jenis penipuan tersebut.
Sebagai bagian dari cashless society, mau tidak mau kita akan selalu berhadapan dengan dunia digital. Dalam sektor perbankan, cashless society diartikan sebagai masyarakat nirtunai, yakni masyarakat yang tidak lagi menggunakan uang cash dalam bertransaksi.
Coba kita berpikir, untuk membeli barang di e-commerce, kita cukup membayar via mobile banking, atau untuk membeli sesuatu kepada orang lain, kita cukup klik transfer ke rekening yang dituju. Artinya, pola masyarakat yang semakin digital mengharuskan kita untuk lebih bijak dalam menggunakannya. Karena akan semakin bermunculan metode kejahatan siber dalam bidang perbankan, yang harus kita antisipasi.
Katakanlah kasus pencurian data pribadi. Menurut data yang dihimpun dari Liputan6, perusahaan teknologi IBM mencatat, pada setiap kebocoran data, menimbulkan kerugian finansial yang serius. Bahkan, kerugian yang ditimbulkan akibat kebocoran data terus meningkat dari waktu ke waktu.
Pada 2020, tercatat kasus kebocoran data pribadi menimbulkan kerugian finansial sejumlah USD 3,86 juta dan pada 2021 angka tersebut naik menjadi USD 4,24 juta. Itu artinya, jika dirata-ratakan, kebocoran data menyumbang kerugian Rp2,5 Juta untuk setiap data masyarakat. Untuk Indonesia sendiri, berdasarkan laporan dari Badan Siber dan Sandi Negara, mencatat lebih dari 1 miliar serangan siber mengarah ke Indonesia pada 2021, dimana angka ini meningkat 2 kali lipat dibanding tahun sebelumnya.
Ada beberapa hal yang bisa digunakan untuk menjaga data pribadi, yakni:
1. Jangan Memberikan Data Diri Kepada Siapapun
Hal yang basic dalam menjaga keamanan data diri adalah dengan tidak memberitahukan data diri kepada orang lain. Misal ketika ada orang yang menelpon lalu meminta angka-angka seperti OTP, PIN, dan lain sebagainya, bisa dipastikan itu adalah penjahat siber. Maka jangan sampai tertipu oleh mereka, meskipun dengan berbagai iming-imingan maupun ancaman.
2. Mewaspadai Tautan yang Berisi Phising
Saat ini, banyak sekali tautan (link) yang mengatasnamakan organisasi atau lembaga tertentu, namun ketika diklik justru diarahkan ke halaman login yang dibuat sangat mirip dengan halaman login di situs aslinya. Hal tersebut menjadi sebuah jebakan, yang apabila diisi data yang diminta, maka seluruh saldo yang ada bisa terkuras dengan cepat.
Cara menanggulanginya, yakni dengan cara mengenali situs resmi pihak perbankan, misal saja Bank BRI, untuk mengakses internet bankingnya kalian hanya bisa melalui link https://ib.bri.co.id/ selain link itu, maka bisa dipastikan link phising, jangan sampai mengklik apalagi mengisi data pribadi pada situs phising ya teman-teman.
3. Bijak Posting di Media Sosial
Berbagai fenomena tren di media sosial kerap kali menimbulkan pro kontra. Karena faktanya, selain memberikan dampak positif, tren-tren yang muncul, terkadang juga membawa pengguna untuk membocorkan data pribadinya secara tidak langsung. Oleh karena itu, sebaiknya untuk menghindari memposting hal-hal yang bersifat personal maupun berbagai data pribadi di media sosial, karena itu akan menjadi celah terjadinya kejahatan siber.
4. Mengaktifkan Fitur SMS dan Email Notifikasi
Langkah preventif selanjutnya yang bisa kita terapkan adalah dengan mengaktifkan notifikasi melalui SMS dan Email. SMS dan Email Notifikasi sendiri merupakan suatu fitur pada layanan perbankan yang memungkinkan nasabah dapat melihat setiap transaksi baik keluar maupun masuk, sehingga dapat mengontrol lalu lintas transaksi pada rekening tabungan.
5. Tidak Asal Klik dan Unduh
Penting untuk diketahui bersama, bahwa kita harus meningkatkan kewaspadaan terhadap berbagai aplikasi, apalagi jika aplikasi tersebut memiliki indikasi tidak aman, maka data pribadi yang menjadi taruhannya.
Perhatikan dengan baik dan benar, terkait aplikasi yang digunakan untuk perbankan. Pastikan aplikasi yang diunduh adalah aplikasi resmi, luncuran instansi atau perusahaan terkait, seperti halnya aplikasi BRImo yang tersedia di PlayStore.
6. Waspada Iklan Palsu Mengatasnamakan Bank Tertentu
Sebagai Nasabah Bijak, kita perlu waspada dengan berbagai iklan dan promo-promo di media sosial, maupun akun-akun palsu yang mengatasnamakan bank tertentu. Cara mengenalinya, dengan memperhatikan hal-hal yang tidak wajar dan beragam hal fantastik yang tak masuk akal.
Dengan memperhatikan 6 poin di atas, maka kita dapat meminimalisir terjadinya kejahatan siber yang sangat merugikan banyak pihak.
Sebagai seorang mahasiswa, aku ingin mengedukasi masyarakat terkait literasi keuangan, agar masyarakat dapat membedakan mana situs perbankan yang resmi dan sah, dan mana yang berisi tipu-tipu. Ini menjadi penting, sebab isu buta literasi keuangan sendiri mencuat dengan kemunculan data OJK berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang mencatat rendahnya angka persentase literasi keuangan, yakni hanya 38,03% pada tahun 2019.
Kesuksesan mengedukasi masyarakat tidak serta merta berhasil jika dilakukan aku sendirian. Oleh karena itu, ayo kita bersama-sama menjadi penyuluh digital terkait literasi keuangan, yakni dengan meningkatkan awareness masyarakat melalui share artikel ini kepada keluarga, teman-teman, maupun kerabat terdekat kalian.
Tak berhenti hanya di situ saja, kalian juga bisa memfollow akun media sosial nasabah bijak untuk selalu update informasi-informasi menarik seputar dunia perbankan, maupun kiat-kiat bijak menjadi nasabah. Informasi di dalamnya educated banget, dan mampu menambah pengetahuan kepada para nasabah. Jadi, jangan lupa difollow, ya!
Sumber:
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/14968/Marak-Waspada-Pencurian-Data-Pribadi.html
https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/publikasi/Pages/Strategi-Nasional-Literasi-Keuangan-Indonesia-2021-2025.aspx