Kategori Berita

ZMedia

Dorong Lingkungan Jakarta Lebih "Manusiawi", YLKI Beri Rekomendasi Pemprov Kendalikan BBM Bersubsidi

Faisol abrori
Berita ambon Berita maluku
Jumat, 11 November 2022

 


The Faisol Times - Penggunaan bahan bakar minyak (BBM) yang berlebihan di wilayah DKI Jakarta mendapatkan perhatian khusus, terlebih setelah mencuatnya isu kelayakan lingkungan yang mengkhawatirkan. Sebanyak 70% polusi di Jakarta dihasilkan dari emisi gas kendaraan bermotor, sehingga menjadikan Jakarta termasuk sebagai wilayah yang "tidak ramah" secara ekologis. 


Dalam dialog umum yang diselenggarakan secara virtual bersama KBR bertajuk "Pengendalian BBM Bersubsidi Tepat Sasaran di Wilayah DKI Jakarta", Selasa (8/11/2022), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai lingkungan di daerah Jakarta tergolong memprihatinkan, dengan tingkat emisi dan polusi yang cukup tinggi. Kondisi ini disebabkan karena penggunaan BBM bersubsidi di masyarakat yang belum terkendali secara maksimal.


Ketua pengurus harian YLKI, Tulus Abadi mendorong Pemprov DKI Jakarta untuk mengontrol distribusi BBM subsidi secara tepat. Menurutnya, subsidi energi haruslah adil dan ekologis. "Subsidi energi BBM itu untuk masyarakat yang kurang mampu, dengan tanda kutip ‘masyarakat pengendara roda dua’. Subsidi ini tidak disarankan bagi pengendara roda empat pribadi. Hal ini seperti tidak adil secara ekonomi, dan tidak tepat sesuai sasaran,” terangnya.


Sesuai amanat Undang-undang No.30 Tahun 2007 Tentang Energi, dana subsidi hanya diperuntukkan bagi kalangan tidak mampu, sehingga menjadi tidak tepat sasaran apabila pengguna roda empat yang termasuk golongan mampu turut menikmati BBM bersubsidi yang telah disediakan.


Diketahui, negara menggelontorkan dana fantastis untuk subsidi BBM yakni mencapai Rp502 Triliun. Pengalokasian dana sebesar itu, dinilai tidak efektif dari sisi ekonomi, karena pendistribusian BBM subsidi masih salah sasaran dan dinikmati "kaum berada", maupun ditinjau dari segi ekologi, karena buruknya kualitas bahan bakar subsidi yang justru semakin memperparah emisi Jakarta.


Lebih lanjut, dalam mendorong lingkungan Jakarta yang lebih layak huni, Tulus menawarkan konsep pegendalian bahan bakar kepada Pemprov DKI. “Pengendalian BBM Subsidi itu harus secara operasional dalam arti harus ada insentif dan disinsentif,” jelasnya.


Intensif yang ia maksud adalah mendorong Pemprov dalam memperbanyak transportasi massal, seperti MRT, Transjakarta, dan angkutan umum berkapasitas tinggi lainnya yang dapat digunakan masyarakat sehingga menjawab persoalan emisi yang sedang terjadi.


“Oleh karena itu, pemerintah harus menyediakan transportasi umum yang layak dan lebih banyak agar berkurangnya pengendara dalam menggunakan BBM subsidi ini dan beralih menggunakan transportasi umum," pungkas Tulus.


Selain itu, opsi kedua yang ia tawarkan dalam upaya menekan emisi Jakarta adalah langkah disinsentif, yakni keharusan masyarakat untuk menggunakan bahan bakar yang berkualitas dan ramah lingkungan, jika masih enggan memilih transportasi umum dalam bepergian. Hal ini lantaran, BBM yang murah dan beredar di masyarakat, dapat mencemari lingkungan dan berbahaya dalam jangka waktu panjang.  


"Penggunaan sepeda motor yang lebih tinggi dibanding roda empat, tentunya menimbulkan peningkatan polusi udara di Jakarta. Ini yang harus diantisipasi secara ketat oleh Pemprov Jakarta, agar benar-benar layak huni dari segi ekonomis dan ekologis dengan mewujudkan penggunaan bahan bakar yang lebih adil," tuturnya.

>