Kisah Pilu Dibalik Indahnya Pernak-pernik Busana Hari Raya
Hampir semua orang sepakat, perayaan hari raya merupakan suatu momentum yang sangat dinanti-nanti oleh berbagai kalangan, mulai dari yang tua, muda, bahkan anak kecil pun turut larut dalam euforia ini. Indahnya kebersamaan, begitu jelas tergambar dalam setiap senyuman anggota keluarga kami, apalagi saat hendak menyambut handai taulan. Maklum, segalanya sudah dipersiapkan dengan matang jauh hari sebelumnya, termasuk perihal pemilihan busana.
Sepertinya memang sudah menjadi hukum alam, setiap orang berlomba-lomba menunjukkan busana terbaiknya yang berwarna-warni, lengkap dengan pernak-pernik nan cantik. H-10 saja, setiap orang sudah mulai disibukkan dengan mengunjungi butik, mall, atau bagi yang males 'ribet', biasanya memilih opsi berbelanja busana melalui e-commerce. Kira-kira seperti itu rutinitas setiap tahunnya di lingkungan kami.
Aku dan adikku tentunya nggak mau kalah dong dengan tetangga sebelah, yang busana dan aksesorisnya menjuntai. Wajar saja, namanya juga hari raya, dimana setiap orang mengenakan busana terbaik menurut versi masing-masing, sebagai wujud kebahagiaan dan rasa syukur atas Kehadiran-Nya.
Nah, tepat ketika hari raya tiba, aku menggunakan gamis berwarna biru, sedangkan adik mengenakan dress berwarna putih yang telah dibeli di mall beberapa hari sebelumnya, lengkap dengan sabuk dari rantai kecil yang elegan, tampak seperti "princess". Kami terlihat begitu serasi dan kompak, dan tak lupa menyempatkan berfoto ria di berbagai sudut rumah, baik indoor maupun outdoor.
Lama-kelamaan akupun mulai merasa gerah, sepertinya karena jenis kainnya berasal dari nilon, serat sintetis yang tidak menyerap keringat, sehingga tidak terlalu merasa nyaman kala itu. Namun, tak aku hiraukan toh hanya dipakai sebentar. Benar saja, sehabis beribadah dan selesai berfoto-foto, aku pun langsung mengganti gamis tersebut, karena memang sudah basah oleh keringat. Gerah sekali, pikirku.
Jujur saja, baju-baju model seperti ini memang tidak selalu dipakai setiap hari, hanya di momen-momen tertentu saja, seperti peringatan keagamaan, hari raya, atau perkumpulan dengan keluarga, itupun jarang. Sehingga, bisa dihitung jari berapa kali aku mengenakannya sebelum baju itu mulai terasa 'sesak' karena badanku yang mulai membengkak, hehe.
Walhasil, ada setumpuk baju yang sudah tidak muat, dan keluarga kami kebingungan mau dikemanakan baju 'preloved' ini? Seperti biasa, opsi pertama adalah mendonasikan baju yang masih layak pakai untuk adik-adik di sekitar rumah. Sayang kan, kalau baju masih bagus tapi sudah dibuang. Namun, ada juga yang sudah rusak dan hancur, sehingga terpaksa aku membuangnya di Tempat Pembuangan Sampah (TPS) terdekat.
Aku kaget, selain sampah rumah tangga dan sisa makanan, ternyata di TPS juga terlihat banyak sampah bekas baju atau pakaian orang. Ya, memang zaman ini kita semakin dipermudah dengan banyaknya produsen busana yang memproduksi pakaian serba cepat dan murah, sehingga kita bisa dengan mudahnya memilih pakaian yang kita sukai. Namun, justru semakin meningkat pula sampah fashion yang ada, dan membuatku berpikir, "bagaimana jadinya bumi di masa yang akan datang, jika terus-menerus dipenuhi sampah fashion seperti ini?"
Ketakutanku bukan tanpa alasan, sampah fashion menempati urutan kedua sebagai penghasil polusi terbesar di dunia. Menurut data PBB, industri tekstil dan fashion menyumbang 10-20 persen emisi karbon dioksida dan 20 persen limbah air setiap tahunnya. Ditambah lagi, kebanyakan pakaian yang ada di bumi berbahan dasar plastik, jadi makin susah terurai dan semakin memperparah pencemaran lingkungan.
Ya, kalian tidak salah dengar. Sebanyak 60% pakaian di dunia menggunakan serat sintetis seperti nilon, poliester dan akrilik, yang berasal dari minyak bumi. Sudah tentu, hal ini tidak aman untuk keberlangsungan alam, karena butuh ratusan tahun untuk menguraikannya secara sempurna.
Setiap detiknya, dunia membuang 12 hingga 14 ton limbah fashion yang berakhir di tempat pembuangan, atau langsung dibuang ke laut begitu saja. Jika hal ini dibiarkan, tentu akan mencemari tanah, jika dibakar akan menimbulkan polusi udara, dan jika dibuang di laut-pun dapat membunuh biota laut di seluruh dunia, karena secara tidak sengaja tertelan mikroplastik. Berbahaya.
Pantas saja dunia semakin kesini semakin panas, karena limbah fashion yang dibuang secara besar-besaran, ternyata mampu menghasilkan 1,2 miliar ton emisi gas rumah kaca. Hal ini berimbas pada banyaknya kota-kota maju yang mulai hilang keseimbangan, seperti meningkatnya suhu ekstrem, hingga udara yang tidak lagi sehat.
Kalau dipikir-pikir, perilaku manusia yang semakin konsumtif, didukung dengan industri fast fashion yang masif, menjadi alasan utama berbagai permasalahan ini. Hal ini terbukti dari data Indikator Politik Indonesia pada 2022, yang mencatat bahwa barang yang paling sering dibeli masyarakat Indonesia melalui e-commerce adalah produk fashion, yang bahkan berkali-kali lipat lebih tinggi dari produk lainnya.
Dengan gaya hidup manusia yang seperti ini, membuatku khawatir, akan jadi apa bumi nanti? bagaimana jika bumi berubah jadi planet plastik? Sangat mengerikan.
Cara Mencintai Bumi, Gunakan Serat Viscose yang Ramah Ekologi
Bagiku, keseimbangan alam merupakan suatu hal yang harus dijaga oleh seluruh umat manusia agar bumi tetap dapat dipijak oleh anak cucu kita nanti. Pasalnya, keberadaan fast fashion dinilai tidak mampu menjawab berbagai isu lingkungan yang ditimbulkan. Nah, salah satu alternatif yang dapat menjawab problematika tersebut adalah dengan menggunakan sustainable fashion, atau fashion berkelanjutan.
Keberadaan sustainable fashion, menekankan agar industri tekstil dan fashion mampu memperhatikan dampak lingkungan dan masyarakat, sehingga menghasilkan produk yang baik dan aman untuk ekologi.
Salah satu yang menjadi dasar pertimbanganku memilih sustainable fashion, terkait penggunaan material viscose atau rayon dalam pembuatannya. Material viscose sendiri, terbuat dari 100% serat kayu, sehingga dapat terurai secara alami di tanah, dan tidak merusak lingkungan.
Viscose atau rayon dapat menjadi alternatif bahan yang berkelanjutan untuk serat sintetis seperti nilon, poliester, dan akrilik. Terlebih lagi, kualitas bahannya yang sangat ringan dan lembut ketika disentuh, sangat cocok untuk masyarakat yang tinggal di daerah tropis seperti Indonesia. Daya serapnya yang tinggi, membuat lebih nyaman ketika dipakai dibandingkan bahan tekstil lainnya.
Dengan berbagai keunggulan dari segi tekstur dan sifatnya yang ramah lingkungan, menjadikan rayon sebagai bahan yang disukai banyak orang, dan memiliki target pasar yang besar untuk pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Di Indonesia sendiri, terdapat sebuah perusahaan yang turut andil dalam menghasilkan rayon berkualitas, yakni Asia Pacific Rayon (APR) yang memproduksi hingga 300.000 ton serat rayon setiap tahunnya. Selain memproduksi dalam jumlah besar, perusahaan yang merupakan bagian dari Royal Golden Eagle (RGE) ini juga menjadi yang terbesar di Asia untuk produksi serat rayon terintegrasi.
Produksi utama APR terletak di Kecamatan Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Riau, Sumatera Tengah. Di sini, terlihat bagaimana proses produksi rayon dengan mengedepankan etika berkelanjutan mulai dari menghasilkan serat kayu, sampai jadi kain yang siap disulap menjadi fashion yang bermutu.
Dari Selulosa Kayu, Hingga Jadi Pakaian yang Bermutu
Dalam pembuatannya, memang dibutuhkan proses yang panjang untuk memastikan konsep "sustainable" dapat diaplikasikan secara sempurna. Karena kawasan ini adalah area terintegrasi, sehingga segala kebutuhan terkait proses produksi dapat terorganisir dengan baik, layaknya kota mandiri.
Mulanya, riset dilakukan di Kerinci Tissue Culture, untuk mencari bibit terbaik dan meneliti terkait optimalisasi pertumbuhan secara berkelanjutan. APR menggunakan 2 jenis pohon, yakni akasia dan ekualiptus. Alasannya, kedua jenis pohon ini dapat tumbuh dengan cepat, yakni hanya membutuhkan waktu 5 tahun sebelum nantinya bisa dipanen.
Selanjutnya bibit-bibit terpilih akan ditanam di Kerinci Central Nursery, sebuah area pembibitan berkapasitas 300 juta bibit. Menggunakan teknologi mutakhir yang terdapat di Pusat Penelitian dan Pengembangan (R&D) dan juga lab bio-molekular yang bertujuan untuk memastikan perbanyakan bibit berkualitas.
Kemudian, bibit tersebut ditanam di lahan perkebunan yang dikelola oleh Asia Pasific Resources International Limited (APRIL) seluas 480.000 hektar. Lalu, ketika sudah cukup umur, pohon-pohon tersebut akan dipanen untuk diolah menjadi bubur kayu, yang selanjutnya diproses menjadi serat rayon melalui Yarn Mill milik Asia Pacific Yarn (APY), sehingga dihasilkan benang berkualitas tinggi. Nah, dari serat rayon inilah yang kemudian menghasilkan kain dengan kualitas terbaik, yang lembut di kulit dan baik untuk alam, karena cepat terdaur ulang.
Berdasarkan proses yang cukup panjang, menunjukkan betapa concern-nya perusahaan RGE Group sebagai perusahaan yang saling terintegrasi dalam mewujudkan produk-produk yang ramah lingkungan, dalam rangka menopang sustainable living.
Royal Golden Eagle (RGE) dan Komitmen Penuh Jaga Lingkungan Tetap Utuh
Berbicara sustainable living, Grup Royal Golden Eagle (RGE) berkomitmen untuk membangun sinergi antara perusahaan, lingkungan, dan sosial, agar tercipta bisnis yang berkelanjutan. Hal ini sesuai dengan formula 5C yang dipegang teguh oleh RGE, yakni good for community (komunitas), country (negara), company (perusahaan), climate (iklim) and customer (pelanggan) sehingga selaras untuk menjawab problematika ketimpangan saat ini.
Asia Pacific Rayon misalnya, yang meluncurkan kampanye "Everything Indonesia" guna menggenjot industri fashion Tanah Air. Melalui kolaborasi dengan lembaga pemerintah dan berbagai komunitas, dengan harapan agar membentuk suatu kesadaran baru, dan mengurangi ketergantungan negara terhadap tekstil impor.
Dilakukan berbagai upaya untuk mendukung kampanye tersebut, seperti menyelenggarakan pelatihan pembatikan menggunakan kain rayon hingga berkolaborasi dengan sekolah-sekolah mode di Indonesia. Pada 2020 silam, Asia Pacific Rayon juga mendirikan Jakarta Fashion Hub yang menjadi sarana kolaboratif berbagai designer, pemilik label, hingga penikmat mode untuk memajukan fashion di Indonesia. Hal ini semakin meningkatkan awareness masyarakat terkait penggunaan bahan ramah lingkungan, seperti rayon.
Memang, kain rayon yang dihasilkan oleh Asia Pacific Rayon memiliki kualitas terbaik, karena telah terverifikasi badan Internasional, PEFC (Programme for the Endorsement of Forest Certification), dan mendapat penghargaan ‘Standard 100’ yang diberikan oleh OEKO-TEX. Tak heran, selain terbuat dari bahan alami dan mudah terurai, kain rayon APR juga nyaman ketika dipakai, dengan tekstur lembut seperti sutra dan breathable layaknya kapas.
Yang membuatku semakin percaya dengan produk APR, terkait penerapan zero discharge, yakni proses pemulihan kimia (chemical recovery), dimana APR berhasil mencapai pemulihan sulfur sebanyak 94% dan menekan penggunaan air dalam produksinya. Sehingga, produksi viscose tidak akan berbahaya untuk iklim maupun lingkungan secara keseluruhan.
Untuk mewujudkan transparansi rantai pasokan rayon viscose, pada 2019 lalu APR meluncurkan mobile app "Follow Our Fibre" yang bekerjasama dengan teknologi blockchain dari perusahaan Perlin. Melalui platform ini, pelanggan dapat memastikan bahwa bahan baku yang dihasilkan, berasal dari sumber daya berkelanjutan, dan pemasok telah memenuhi standar pemerintah dan lingkungan.
Selain APR, APRIL Group juga turut memberikan kontribusi yang luar biasa untuk lingkungan. Sebagai perusahaan yang masih satu naungan RGE Group, tentu mengacu pada sustainable framework dalam setiap proses produksi hingga sampai ke tangan konsumen.
Ada 2 jenis produk pulp yang dihasilkan, yakni paper grade pulp untuk pembuatan kertas, dan rayon grade pulp untuk pembuatan kain rayon. Keduanya diproduksi dengan mempertimbangkan dampak lingkungan. Bayangkan saja, disamping menjadi bahan baku pulp, serpihan kayu juga dijadikan sebagai lignin, semacam cairan berwarna hitam yang berfungsi sebagai bahan bakar nabati untuk mendukung proses produksi.
Bahkan, setelah pemanfaatan cairan hitam tersebut, masih bisa dipulihkan menjadi cairan hijau, yang nantinya diproses secara kimiawi menjadi cairan putih, dan dapat digunakan untuk membuat pulp kembali. Artinya, sederet proses ini bertujuan untuk memanfaatkan sumber daya secara penuh dengan aman dan bertanggungjawab. Hasilnya, kertas yang dihasilkan berkualitas tinggi dan bisa digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk untuk pengoptimalan paper upcycling.
APRIL Group mengelola 1 juta hektar lahan, dengan mengalokasikan 480.000 hektar untuk perkebunan, dan 51% sisanya digunakan untuk konservasi, pembangunan masyarakat, juga infrastruktur. Ini mengindikasikan bahwa perusahaan-perusahaan di bawah naungan RGE Group juga turut serta memberdayakan masyarakat sebagai bentuk dari bisnis yang berkelanjutan.
Salah satu komitmen APRIL Group dalam visi APRIL2030 yakni menciptakan kemajuan inklusif, dengan komitmen menghapus kemiskinan ekstrem di radius 50 km area operasional, yang tersebar di 204 desa. Berbagai pendekatan juga dilakukan untuk memajukan perekonomian masyarakat sekitar, seperti program pembinaan, hingga bekerja sama dengan lembaga pemerintahan. Tercatat, APRIL Group memberikan kesempatan kerja untuk 146.986 orang di Provinsi Riau, dan memberikan kontribusi terhadap PDB Nasional sebesar Rp484,3 triliun.
Senyum Nyata, Melihat Sustainable Fashion Sebagai Harapan Dunia
Kini, aku tidak perlu khawatir lagi terkait keseimbangan bumi kedepannya. Dengan memilih menggunakan sustainable fashion, artinya dunia diselamatkan dari praktik-praktik eksploitasi yang 'keliru' dalam industri fashion, dan kita bisa turut berkontribusi untuk peningkatan kesejahteraan, karena sustainable fashion dibangun di atas bisnis yang berkeadilan.
Bagiku, sustainable living sendiri sarat akan kepedulian terhadap lingkungan, bukan mengedepankan ego semata. Beragam produk yang dihasilkan dari RGE Group, menjadi bukti nyata bahwa sustainable living adalah jawaban terbaik dari beragam masalah yang muncul. RGE tidak hanya fokus menghasilkan produk saja, akan tetapi juga mempertimbangkan kelayakan, keseimbangan, dan keberlanjutan, sehingga tercipta dunia yang saling bersinergi untuk menjaga bumi agar tetap layak huni.
Salam.